Rabu, 26 Januari 2011

TAUHID KEPADA ALLAH

Yang disembah hanyalah Allah
Maha Kuasa Maha Pencipta
Yang diagungkan hanyalah Allah
Maha Pengasih Maha Penyayang

Dia yang Pemurah Maha Pemberi
Rizki dan segala kehidupan
Tempat memohon tempat mengadu
Dari kelemahan dan kesusahan

Allh tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah
Rasul pesuruh Allah Nabi Muhammad contoh ikutan
Semua penghuni langit dan bumi
Wajiblah ta’at kepada Allah
Semua yang ada bukan milik kita
Kita ini hanylah sekedar hambanya


Firman Allah o didalam QS. Al-A’raf:172 yaitu;”Alasru birobbikum…?(Bukankah Aku ini Tuhanmu…?).   Balaa syahidna……(Betul, kami bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan kami…!). Sepotong firman Allah SWT diatas adalah menggambarkan bahwa kita sebagai manusia sebelum dilahirkan kedunia ini(pada waktu di alam Ruh)telah berikrar kepada Allah o dengan menjawab tegas pertanyaan Allah SWT bahwa kita mengakui dan bersaksi bahwa Allaho adalah Tuhan kita. Ini berarti bahwa manusia sebelum dilahirkan kedunia ini sudah dikenalkan oleh Allaho tentang “Ketauhidan”. Dengan kata lain, kita setelah lahir kedunia sudah dibekali pengetahuan ilmu “Meng-Esakan Allah(Ketauhidan)” kepada Allah oSang Pencipta alam semesta. Dan setelah berada didunia, factor lingkunganlah yang membentuk dan menyadarkan manusia itu yaitu lingkungan sekitar kita pada umumnya dan orangtua kita pada khususnya yang sangat mempengaruhi akidah kita. Seperti sabda Rasulullah i didalam haditsnya;”Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, Orangtuanyalah yang menyebabkan anak(manusia)itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”. 
Terbentuknya akidah pada diri manusia itu tak lepas dari para nabi yang membawa risalah-Nya kepada umat manusia didunia ini. Misi risalah para nabi yang utama adalah menyadarkan umat manusia pada ketauhidan kepada Allah o Sang Pencipta alam semesta yang telah dilupakan oleh manusia itu sendiri. Tugas para nabi inilah yang membangunkan kembali kesadaran manusia yang pernah berikrar kepada Allah o pada waktu sebelum lahir kedunia. Seperti yang sudah dijelaskan diatas.
Ikrar atau janji kita mengakui dan bersaksi bahwa Allah o adalah Tuhan kita, apakah akan kita ingkari atau kita khianati…..?!. Ketahuilah bahwa Allah o mempertanyakan konsekwensi kita akan janji yang pernah kita ikrarkan dulu. Pengakuan diri kita bahwa Allah adalah Tuhanku, Tiada Tuhan selain Dia, itu harus dibuktikan dengan sikap dan perbuatan kita sendiri, sejauh mana diri kita sudah menjalankannya atau belum?. Atau diri kita Cuma mau mengakui saja dengan secara lisan tanpa diikuti tindakan dan perbuatan yang konkrit….?!. Coba kita pikirkan dan renungi kembali…!. Tanyakan pada diri kita sendiri dengan jujur; apakah diri  kita sudah merealisasikan ikrar atau janji kita tersebut didalam kehidupan kita didunia ini. Kalau jawabannya sudah, maka beruntunglah diri kita karena sudah menepati janji kita kepada Allah. o Bersyukurlah….!!!. Tetapi kalau jawabannya sebaliknya, maka bergegaslah untuk segera bertaubat atas kekhilafan dan kealfaaan diri kita kepada Allah o, niscaya Allah o akan mengampuni dan menerima taubat kita asal diri kita benar-benar dan bersungguh—sungguh dalam bertaubat kepada Allah o (Taubatan Nasuha, jangan taubat sambel; udah tahu rasanya pedas masih saja dimakan)karena Allah o bersifat Maha Pengampun kepada setiap hamba-Nya yang benar-benar ingin bertaubat.
Konsekuensi diri kita dalam menepati janji kita kepada Allah o itu akan tercermin dalam setiap tindakan dan perbuatan kita menjalani kehidupan didunia ini. Kita berusaha mencari rizki demi menafkahi keluarga semata-mata karena Allah, begitupun dengan ibadah-ibadah kita yang menjadi kewajiban diri kita untuk melaksanakannya adalah karena Allah. Jadi setiap aktivitas kita dalam menjalani kehidupan didunia ini adalah untuk mencari ridho Allah o, bukan karena yang lainnya. Seperti yang sering diucapkan dalam setiap sholat;”Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Penguasa alam semesta ini, Allah Subhanallah Wa Ta ‘allah”. Dihatinya takkan ada sedikitpun berpikiran untuk mencari segala kekuatan ataupun kebesaran selain kekuatan dan kebesaran Allah yang Maha segala-galanya. Karena dia tahu bahwa dengan berharap dan bergantung kepada kekuatan dan kebesaran selain Allah adalah sudah mensyarikatkan dan menduakan Allah. Dan hal itu adalah perbuatan syirik yang merupakan dosa besar dan dosa yang takkan diampuni oleh Allah o. Na’udzubillahi min dzalik…!.
Rasulullah i selalu berpesan dan mengingatkan umatnya agar setiap melaksanakan ibadah bersikap ihsan yaitu menyembah Allah seakan-akan kita melihat-Nya, namun jika kita tidak mampu melihat-Nya, maka sebenarnya Dia melihat kita. Hal itu mengajarkan diri kita untuk selalu mengingat Sang Pencipta, Allah o didalam setiap kondisi apapun. Sehingga dimanapun, kemanapun dan kapanpun diri kita berada, Allah menjadi titik central pengawasan gerak-gerik aktivitas kita . apabila diri kita akan melakukan perbuatan yang dilarang atau yang tercela dalam pandangan agama Islam maka otomatis hati kita akan tersentak sadar, malu dan takut kepada Allah karena Dia sedang mengawasi diri kita meskipun tidak ada seorangpun yang tahu dan melihat perbuatan kita. Maka diri kita akan selalu terjaga dari segala perbuatan yang dilarang oleh Allah o dan perbuatan baiklah sebagai gantinya yang selalu dilakukannya didalam kehidupan kita sehari-hari didunia ini.
Pribadi seorang muslim tentunya mempunyai akidah ketauhidan yang kokoh, tak lekang karena panas dan tak luntur karena hujan. Malah semakin hari akidah ketauhidannya semakin tumbuh subur, karena selalu dipelihara, dirawat dan disirami setiap hari. Setiap kemungkaran yang menjurus kesyirikan selalu dihadapi dengan hikmah yaitu perkataan yang tegas dan benar serta yang dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil. Seperti firman Allah o didalam QS. An-Nahl:125;”Serulah(manusia)kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhan-Mu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat  dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. Dia yakin bahwa setiap usaha da’wahnya kepada setiap orang, baik yang berhasil ataupun yang tidak selalu ada nilainya disisi Allah o. Dan hal itu membuat dirinya semakin bersemangat didalam “Da’wah Illallah” tanpa mengenal kata-kata putus asa atau patah semangat ditangah jalan apalagi putus asa didalam rakhmat Allah.
Pribadi-pribadi muslim seperti itulah yang dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah i yaitu salah satunya adalah sahabat Bilal bin Rabah. Bagaimana tekad Bilal bin Rabah mempertahankan akidah ketauhidannya meskipun dirinya dalam penyiksaan yang sangat berat dan kejam yang dilakukan oleh majikannya. Bila saja Bilal bin Rabah mau mengucapkan kata-kata selain “Allahu Ahad(Allah itu Esa/satu)”, tentu dirinya akan dibebaskan dari siksaan yang berat dan kejam itu. Tetapi tidak dilakukan oleh Bilal bin Rabah. Malah semakin berat siksaan yang diterima dirinya, maka semakin keras dia berucap;”Allahu Ahad”. Dan hal itu membuat majikannya putus asa untuk membujuk Bilal bin Rabah kepada kemusyrikan.
Begitulah pribadi-pribadi muslim yang dibentuk oleh Rasulullah i sendiri pada awal-awal da’wahnya di Mekkah. Penekanan ketauhidan pada da’wah Rasulullah i kepada para sahabat dan kerabat dekatnya yang mau menerima da’wahnya itu sangat diprioritaskan, sehingga hasil pengajaran ketauhidan yang dilakukan Rasulullah i sangat membekas dihati para sahabat dan kerabat dekatnya. Padahal kondisi di Mekkah pada waktu itu penduduknya hampir sebagian besar menyembah banyak tuhan seperti menyembah berhala-berhala, patung-patung dan dewa-dewa. Disetiap rumah-rumah pasti terdapat beberapa berhala, patung atau gambar dewa-dewa yang ditaruh disetiap sudut rumah mereka, selain tentunya yang ada didalam kahbah. Tuhan-tuhan yang ada didalam kahbah itu mereka namakan tuhan Manat, Latta dan Uzza. Maka da’wah yang dilakukan Rasulullah i dan para pengikutnya tentunya sangatlah berat, karena da’wah Rasulullah i mengajak penduduk Mekkah untuk menyembah hanya kepada Allah o, bukan menyembah kepada berhala-berhala, patung-patung atau dewa-dewa yang mereka anggap Tuhan-tuhan mereka. Kenyataannya da’wah Rasulullah i dan para pengikutnya banyak mendapat kecaman, caci maki dan hinaan dari penduduk Mekkah yang tidak mau menerima. Belum lagi siksaan fisik yang diterima oleh beberapa pengikut Rasulullah yang berstatus budak dari majikan mereka, seperti yang dialami Bilal bin Rabah. Kemudian teror dan embargo yang memutuskan hubungan perdagangan serta hubungan persaudaraan penduduk Mekkah oleh pembesar-pembesar Quraisy yang berkuasa pada waktu itu. Mereka menyetop suplai makanan kepada Rasulullah dan para pengikutnya selama ± tiga tahun. Penderitaan Rasulullah i dan para pengikutnya itu akhirnya dengan sendirinya berakhir dengan dirobeknya kertas pengumuman embargo oleh seorang pembesar Quraisy yang ditempelkan didinding kahbah. Meskipun aktivitas penduduk Mekkah sudah kembali normal dan hubungan perdagangan sudah kembali berjalan, tapi da’wah Rasulullah i dan para pengikutnya masih dihantui teror dan gangguan dari orang-orang yang memusuhinya. Sampai akhirnya karena gencarnya gangguan dan penindasan yang diterima Rasulullah i dan para pengikutnya, maka Rasulullah i memerintahkan kepada para pengikutnya untuk berhijrah kenegri Habasyah dan kemudian kenegri Yasrib(Madinah), hingga membentuk pemerintahan disana.
Da’wah ketauhidan yang dilakukan Rasulullah i pada waktu berada di Mekkah sungguh sangatlah tepat dengan kondisi penduduk Mekkah yang menyembah banyak tuhan, meskipun hasilnya tidak menggembirakan. Penduduk Mekkah yang berhasil menjadi pengikutnya bisa dihitung dengan jari. Tetapi orang-orang yang telah direkrut Rasulullah i kualitas akidah ketauhidannya sangat membanggakan meskipun jumlahnya sedikit. Dari orang-orang inilah kemudian da’wah Rasulullah i berkembang pesat hingga Islam mengalami jaman kejayaan dan keemasannya dimuka bumi ini. Akankah Islam akan kembali bangkit seperti dulu…?!!. Kenapa tidak, jawabannya ada ditangan anda sekalian yang masih peduli dengan Islam.

MAKHLUK YANG BERNAMA MANUSIA

Manusia adalah makhluk yang lalai. Tidak hanya lalai untuk mengerjakan amal ketakwaan namun juga lalai dari dosa-dosa. Lebih memilukan lagi jika manusia acap mengentengkan dosa atau maksiat yang ia perbuat. Seolah-olah dengan sikapnya itu, ia aman dari adzab Allah Subhanahu wa Ta'ala di dunia ataupun di akhirat.

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menciptakan bumi dan menghiasinya dengan berbagai perhiasan yang indah dan menawan untuk menguji hamba-Nya, siapa di antara mereka yang taat kepada-Nya dan siapa yang membangkang perintah-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى اْلأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً. وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik amalannya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang ada di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.” (Al-Kahfi: 7-8)
Diperintahnya hamba untuk melakukan kebaikan dan dilarangnya dari kemaksiatan adalah semata-mata demi kebaikan hamba, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala sangat penyayang terhadap manusia. Dan suatu hal yang pasti bahwa tidaklah Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan suatu kebaikan sekecil apapun kecuali pasti di dalamnya terkandung maslahat, baik disadari ataupun tidak. Demikian pula jika melarang sesuatu, tentu di dalamnya terdapat mudarat yang membahayakan hamba.


Pengaruh Dosa atau Maksiat

Pengaruh dosa terhadap hati seperti bahayanya racun bagi tubuh.Dan tidak ada suatu kejelekan di dunia dan di akhirat kecuali sebabnya adalah dosa dan maksiat.
Apakah yang menyebabkan Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga -tempat yang penuh kelezatan dan kenikmatan- kepada negeri yang terdapat berbagai penderitaan (dunia)?!
Apa pula yang menyebabkan Iblis diusir dari kerajaan yang ada di langit serta mendapat kutukan Allah ?!
Dengan sebab apa kaum Nabi Nuh 'alaihissallam yang kufur ditenggelamkan oleh banjir, kaum ‘Aad dibinasakan oleh angin, serta berbagai siksaan di dunia yang menimpa umat-umat terdahulu sehingga ada yang diubah tubuhnya menjadi kera dan babi?!
Itu semua adalah akibat dari dosa yang mereka lakukan. Hendaklah peristiwa yang telah berlalu cukup menjadi pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang setelahnya. Karena orang yang baik adalah yang mampu mengambil pelajaran dari orang lain dan bukan menjadi pelajaran yang jelek bagi generasi setelahnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَكُلاًّ أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ اْلأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa sebab dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Al-‘Ankabut: 40)
Dosa menghalangi seorang dari memperoleh ilmu yang bermanfaat. Karena ilmu merupakan cahaya yang Allah Subhanahu wa Ta'ala letakkan pada hati seseorang, sedangkan maksiat yang akan meredupkan cahaya tersebut. Tatkala Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu duduk di hadapan gurunya, Al-Imam Malik rahimahullahu, sang guru melihat kesempurnaan pemahaman Asy-Syafi’i rahimahullahu. Maka ia berpesan kepadanya: “Sungguh, aku memandang Allah Subhanahu wa Ta'ala telah meletakkan pada hatimu cahaya, maka janganlah kau padamkan dengan gelapnya kemaksiatan.”
Maksiat menyebabkan seorang terhalang dari rizki, sebagaimana sebaliknya yaitu takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mendatangkan rizki.
Adanya kegersangan pada hati orang yang berbuat maksiat dan kesenjangan antara dia dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Disulitkan urusannya, sehingga tidaklah ia menuju kepada suatu perkara kecuali ia mendapatkannya tertutup.
Kegelapan yang ia dapatkan pada hatinya. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: “Sesungguhnya kebaikan mendatangkan sinar pada wajah, cahaya di hati, luasnya rizki, kuatnya badan, dan dicintai oleh makhluk. Sedangkan kejelekan (kemaksiatan) akan menimbulkan hitamnya wajah, gelapnya hati, lemahnya badan, berkurangnya rizki, dan kebencian hati para makhluk.
Kemaksiatan melenyapkan barakah umur serta memendekkannya. Karena, sebagaimana kebaikan menambahkan umur, maka (sebaliknya) kedurhakaan memendekkan umur.
Tabiat dari kemaksiatan adalah melahirkan kemaksiatan yang lainnya. Lihatlah hasad yang ada pada saudara-saudara Nabi Yusuf 'alaihissallam yang menyeret mereka kepada tindakan memisahkan antara bapak dan anaknya sehingga menimbulkan kesedihan pada orang lain, memutuskan hubungan kekerabatan, berucap dengan kedustaan, membodohi orang, dan yang sejenisnya.
Kemaksiatan menjadikan seorang hamba hina di mata Allah Subhanahu wa Ta'ala. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Mereka (pelaku maksiat) rendah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga mereka bermaksiat kepada-Nya, karena seandainya mereka orang yang mulia di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala niscaya Allah k akan jaga mereka dari dosa. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَنْ يُهِنِ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ
“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya.” (Al-Hajj: 18)
Kemaksiatan mengundang kehinaan, merusak akal. Dan jika dosa telah banyak maka pelakunya akan ditutup hatinya sehingga digolongkan sebagai orang–orang yang lalai.
Dosa memunculkan berbagai kerusakan di muka bumi, pada air, udara, tanaman, buah-buahan, dan tempat tinggal.
Kemaksiatan menghilangkan sifat malu yang merupakan pokok segala kebaikan serta melemahkan hati pelakunya.
Kemaksiatan menyebabkan hilangnya nikmat dan mendatangkan adzab. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata: “Tidaklah turun suatu bencana kecuali karena dosa, dan tidaklah dicegah suatu bencana kecuali dengan taubat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
(Asy-Syura: 30)
 [Lihat Al-Jawabul Kafi: 113-208, Taujihul Muslimin hal. 58-61]

COBAAN DAN UJIAN MANUSIA

                                Sendiri kutelan airmata lara
                                Lelahku ayun jiwa dibumi ini
                                Merontah ku karena teriris luka
                                Rintihku mengalun tanpa suara
   
                                Sebenarnya rinduku tak tertahankan
                                Meraja Wajah-Mu hinggap diluas rasa
                                Terkata kata-kataku  kukatakan
                                Pada Sang Pencipta kata-kata

                                Allah…Tuhan hamba tolonglah hamba
                                Derita tertahan apapun jua
                                Bila sudi kau sentuh hati
                               Tegar ku cari jalan syurgawi

                               Allah…Tuhan hamba tolonglah hamba
                               Haus rinduku ingin bertemu
                               Dimana lelah berubah indah
                               Saat peluhku kau jamah

Perjalanan kehidupan manusia didunia ini bagaikan roda berputar, kadang berada diatas dan kadang berada dibawah. Hal itu merupakan sunnahtullah yang harus dijalankan oleh umat manusia baik mengalami kehidupan yang bahagia maupun mengalami kehidupan yang sengsara didunia ini. Kehidupan bahagia dan sengsara itulah setiap manusia pasti mengalami dan merasakannya silih berganti menapaki hari demi hari usianya yang sudah dijatah oleh Sang Pemilik diri manusia yaitu Allah Azza Wajallah.
Dalam mengarungi kehidupan yang bahagia ataupun sengsara itu manusia pada hakekatnya diuji oleh Allah SWT(khususnya untuk orang-orang yang beriman) sebagaimana firman Allah SWT didalam QS. Al-Anbiyah(21):35; ”Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan(yang sebenar-benarnya)dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”.  Begitulah Allah akan menguji diri kita dengan kesengsaraan dan kesusahan hidup seperti kehidupan yang miskin, musibah ataupun bencana yang datang kepada kita dan lain sebagainya yang membuat penderitaan juga kesedihan hati manusia. Disamping menguji diri kita dengan kesenangan dan kebahagiaan hidup seperti kehidupan yang kaya raya, mempunyai kedudukan serta jabatan yang tinggi dimasyarakat dan lain sebagainya yang membuat hidup begitu mudahnya didunia ini. Akankah diri kita bertahan dalam ujian Allah SWT tersebut, baik dalam kondisi kehidupan kita yang bahagia maupun dalam kondisi kehidupan kita yang sengsara….???.
Sebagai pribadi seorang muslim tentunya diri kita mempunyai jiwa kepasrahan yang tinggi kepada apa-apa yang telah diberikan oleh Allah SWT dikehidupan kita yaitu kondisi hidup kaya raya atau kondisi hidup sengsara/miskin didunia ini. Karena Allah SWT sudah mentakdirkan rizki diri kita masing-masing itu banyak ataupun sedikit. Seperti firman Allah SWT didalam QS. Al-Ankabut 29:62; “Allah melapangkan rizki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan Dia(pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Dalam kondisi hidup kita yang kaya raya, seyogjanyalah kita wajib bersyukur bahwa Allah SWT melimpahkan rizki-Nya pada kehidupan kita didunia ini. Kehidupan yang kaya raya itu tidak melenakan dan melupakan diri kita dari kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan kepada Sang Pencipta alam semesta. Malah sebaliknya, dengan kekayaan yang diperolehnya itu membuat diri kita semakin bertambah dekat kepada-Nya dengan menginfaqkan sebagian dari harta kita untuk kepentingan dan kelancaran da’wah Islamiyah demi tegaknya Dienullah dimuka bumi ini. Dalam firman Allah SWT dalam QS. Ibrahim 14:7; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah(ni’mat) kepadamu dan jika kamu mengingkari(ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.  Itulah firman Allah yang selalu kita ingat dan kita terapkan didalam kehidupan kita. Sehingga kehidupan kita yang kaya raya itu tak membuat diri kita melupakan Allah SWT yang telah mengkaruniakan kekayaan itu kepada kita.
Dalam kondisi kehidupan kita yang sengsara/miskin, hendaklah diri kita menghadapinya dengan tabah dan sabar. Setiap musibah atau bencana yang datang menghadang hidup kita, kita kembalikan kepada Allah SWT seraya mengucapkan; “Sesungguhnya diri kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah diri kami akan kembali”.   Sehingga dalam menghadapi kesengsaraan hidup, musibah dan bencana tersebut diri kita tidak berkeluh kesah mensikapinya. Janganlah dengan kemiskinan hidup, diri kita akan menjadi jauh atau semakin jauh hubungan dengan Allah. Seperti yang diucapkan Rasulullah SAW didalam haditsnya; “Kemiskinan itu membawa diri kamu kepada kekufuran”. Na’udzubillah min dzalik !, semogalah diri kita tidak mengalami seperti itu.
Sebagai orang yang beriman tentunya kita semua harus berusaha supaya kita dapat lulus dengan baik dari segala macam cobaan dan ujian yang sudah dijelaskan diatas, yang mungkin ditimpakan oleh Allah SWT kepada kita. Yaitu jadikanlah iman kita kokoh dan kuat bagaikan batu karang ditengah lautan, yang tahan uji oleh pukulan-pukulan gelombang sepanjang masa. Atau, jadikanlah iman kita laksana emas murni(24 karat) yang makin ditempa semakin cemerlang. Dengan ujian dan cobaan yang ditimpakan Allah kepada diri kita, maka akan menjadi jelas kelihatan mutu keimanan kita, apakah emas atau loyang !. Seperti didalam hadits Rasulullah SAW menjelaskan; “Sesungguhnya Allah pasti akan mencoba salah seorang diantara kamu dengan suatu bencana, seperti halnya salah seorang diantara kamu mencoba emasnya dengan api. Diantara mereka ada orang yang keluar(dari cobaan) seperti emas murni dan diantaranya ada pula orang yang keluar seperti emas hitam”(HR. Tabrani).
Usahakan diri kita tetap selalu ingat kepada Allah SWT dimana saja kita berada baik diwaktu suka maupun duka. Seperti firman Allah SWT didalam QS.                                   ; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dan anak-anakmu menyebabkan kamu lalai dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka merekalah orang-orang yang menderita kerugian”.
Janganlah diri kita bermental seperti halnya Qarun dimasa nabi Musa AS, yang berbalik dari beriman menjadi kufur(murtad) ketika dia dicoba dan diuji oleh Allah SWT dengan harta benda yang berlimpah ruah. Juga janganlah diri kita menjadi seperti Fir’aun, yang ketika dipuncak kejayaannya dia bukan bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya, tetapi justru dia malah mengaku menjadi Tuhan, mengaku sebagai Tuhan yang tinggi dengan mengatakan;”Akulah Tuhan kalian yang maha tinggi”. Tetapi cobalah diri kita seperti nabi Ayyub AS yang dicoba dan diuji oleh Allah dengan sekujur tubuhnya ditimpah suatu penyakit yang hebat bahkan semua hartanya musnah dan semua putranya meninggal dunia, tetapi beliau tetap tabah dan sabar, dia berkata;”Sesungguhnya malapetaka telah menimpahku dan Engkaulah ya Allah Yang Paling Penyayang diantara segala yang penyayang”(QS. Shad             ). Juga contohlah pribadi Rasulullah SAW tetap tidak mau mundur setapakpun dari tugas suci menyiarkan agama Islam, walaupun beliau diintimidasi, dibujuk rayu, disiksa, disuap, disogok dan lain-lain oleh musuh-musuhnya, Rasulullah SAW berkata kepada musuh-musuhnya;”Demi Allah, andai kata mereka meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku, supaya aku meninggalkan perjuangan ini, tidaklah aku mau meninggalkannya, sehingga Allah memenangkan perjuanganku atau aku hancur(mati) karenanya”.
Dalam menempuh cobaan dan ujian Allah, ada dua kemungkinan; diri kita dapat lulus dari cobaan dan ujian tersebut dan mungkin pula tidak. Sekiranya tidak atau belum lulus, ada baiknya kita contoh nabi Adam AS yaitu segeralah bertaubat kepada Allah jika sudah berbuat dosa. Seperti nabi Adam AS juga berdosa karena terlanjur memakan buah(larangan) khuldi disyurga, beliau merasa menyesal dan bertaubat kepada Allah sampai taubatnya diterima oleh Allah. Nabi Adam AS berdo’a;”Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, sekiranya Engkau tidak mengampuni dan tidak mengasihi kami, tentulah kami termasuk orang-orang yang merugi(QS. Al-A’raf:23)”.
Diri kita mengarungi kehidupan didunia ini yang penuh cobaan dan  ujian dari Allah SWT hendaklah berfilsafat seperti apa kata pepatah;”Sebuah layang-layang tidak akan naik keatas kelangit yang tinggi, jika tidak ada hantaman angin yang keras, yang menghadang layang-layang tersebut”. Begitulah diri kita, ibaratnya sebuah layang-layang yang akan menghadapi hantaman angin yang menghadangnya. Jika diri kita ingin naik keatas seperti layang-layang tersebut naik keatas kelangit tinggi, maka siap-siaplah diri kita dihantam hembusan angin yang besar/keras. Tetapi kalau diri kita ingin sebaliknya, maka jangan harap diri kita menerima hantaman angin yang besar/keras. Karena semakin tinggi diri kita naik keatas maka semakin besar pula cobaan dan ujian yang datang menghadang. Jadi, sudah seberapa besar hantaman angin yang sedang kita hadapi sekarang ini, untuk melambungkan diri kita naik menjulang tinggi keatas, kelangit yang tinggi….???.
Akhirnya, marilah kita renungi firman Allah SWT didalam QS. AL-Baqarah(2):214;”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, sedangkan kepada kamu belum datang seperti apa yang diderita oleh orang-orang sebelum kamu, yaitu ditimpa kesengsaraan, kemelaratan dan kegoncangan. Sehingga Rasul berkata dan orang-orang yang beriman bersamanya:”Kapan datangnya pertolongan Allah ?”. Ingatlah bahwa pertolongan Allah itu sudah dekat”.

               Hasbi robbi jalallah……Mahfi qalbi ilallah
               ‘Alal hadi shallallah… Laa ilaha illallah

              Tak mampu ku memuji-Mu..tak mampu ku meraih-Mu
              Tak mampu kehadirat-Mu… tanpa pertolongan-Mu

JANGAN BERPUTUS ASA

“Tidak ada orang yang berputus asa dari rakhmat Tuhannya, kecuali orang –orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr 15:36)

Firman Allah SWT diatas  tersebut yang selalu kuingatkan kepada diriku sendiri, ketika diri ini terbentur serta mengalami kegagalan dan kesulitan dalam mengarungi kehidupan didunia yang fana ini. Kalau tidak tersentuh oleh ayat tersebut diatas, tentu diri ini sudah terjerumus kedalam lembah kehinaan dan dosa yang dibuat oleh para iblis laknatullah, mengajak para manusia kejalan yang sesat dan telah diprakarsai dari dulu hingga akhir dunia ini.
Didalam mengarungi liku-liku kehidupan dunia ini, tidak sedikit aral dan rintangan datang menghadang bertubi-tubi, apalagi yang sedang mencari atau yang sedang berada dijalan kebenaran. Seperti beberapa bait dari nasyid yang dibawakan oleh Saujana; “Tapi……….., jalan kebenaran . Tidak selalu sunyi…….. Ada ujian yang datang melanda……… Ada perangkap menunggu mangsa.” 
Hal ini tergantung seberapa besar pertahanan diri kita untuk menghadapi segala ujian yang datang melanda dan seberapa besar kewaspadaan diri kita agar tidak masuk kedalam perangkap menjadi mangsa. Untuk itulah Allah Azza Wajalla menyuruh kita seperti dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah(2):153; “Hai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. Jadi, dengan sabar dan shalatlah kita persenjatai diri kita untuk menghadapi semuanya itu. Sudahkah kita menerapkannya….??!.
Jika pada kenyataannya, diri kita sudah berusaha semaksimal mungkin menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong untuk menghadapi segala aral dan rintangan yang datang menghadang hidup kita hingga diri kita merasa sudah tidak sanggup lagi untuk memikulnya, maka janganlah sampai diri kita menjadi putus asa tetapi berdo’alah dengan do’a; “Yaa Allah……. Hidupkanlah diri ini jika itu baik bagi diri hamba. Dan matikanlah diri ini jika itu baik bagi diri hamba”. Janganlah sampai diri kita menempuh jalan pintas yaitu dengan jalan bunuh diri karena tidak kuat mengalami dan menahan semua kegagalan-kegagalan ataupun bencana yang menimpah dikehidupan kita. Na’udzubilahi min dzalik !. Semogalah diri kita terhindar dari perbuatan itu.
Allah SWT sendiri tidak akan menzalimi manusia itu sendiri dengan menimpahkan segala kesulitan ataupun kesusahan melebihi batas kesanggupan manusia seperti dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah(2):286; “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.  Maka dari itu janganlah diri kita merasa takut atau tidak sanggup menjalani segala kesulitan ataupun kesusahan yang menimpah diri kita. Karena pada hakekatnya diri kita sebenarnya bisa menanggulangi semua itu, jika diri kita bersabar tentunya dalam menghadapinya. Dan Allah SWT juga mengingatkan kita seperti dalam firman-Nya dalam QS. Alam Nasyrah(94):6; “Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”.
Dalam gelap gulita yang kita alami pada malam hari, tak selamanya akan terus menerus gelap gulita atau keadaan malam terus menerus. Pasti akan tiba sang mentari yang menggantikan malam gelap gulita menjadi pagi hari yang cerah menuju terang benderang kesiang harinya. Jadi, tak beralasan diri kita merasa berkecil hati dan tak mampu menghadapi segala kesulitan atau kesusahan yang mengelilingi kehidupan kita didunia ini….??!.
Alhasil, marilah kita renungi kembali apa-apa yang sudah diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita berupa rakhmat kasih sayang-Nya kepada semua makhluk dimuka bumi ini yang tak terkira banyaknya. Udara yang kita hirup untuk bernapas, air sumber dari segala sumber kehidupan kita, tanah tempat kita berpijak menumbuhkan serta menghasilkan berbagai bahan makanan untuk kelangsungan hidup kita dan sebagainya tak terhitung karena saking banyaknya rakhmat Allah SWT yang dilimpahkan kepada kita. Seperti firman-Nya dalam QS. An-Nahl(16):18; “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Maka, kembali diri kita terbentur dengan firman Allah SWT yang tertulis paling awal artikel(tulisan) ini yaitu; “Tidak ada orang yang berputus asa dari rakhmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat”.

KARAKTERISTIK WAKTU

Karakteristik waktu meliputi 3 hal:

1. Waktu cepat berlalu.
Perputaran dan pergantian waktu sangat cepat sekali bagaikan angin,baik diwaktu sedih maupun gembira. Jika dikatakan hari suka cita berlalu begitu cepat dan hari-hari duka bergerak sangat lambat, padahal itu hanya perasaan belaka dan bukan keadaan yang sebenarnya. Allah shubhaana wa ta’ala menegaskan hal ini dalam Firman Nya :”Dan(Ingatlah)akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka(mereka merasa dihari itu) seakan-akan mereka tidak pernah tinggal (di dunia)melainkan sesaat saja di siang hari (yang di waktu itu) mereka saling berkenalan) “(Yunus-45).


2. Waktu yang sudah lewat tak akan bisa kembali atau di ganti.

Seorang penyair bersenandung (Seseorang hanyalah pengendara di atas pundak umurnya,berkelana mengikuti hari dan bulan,ia lalui siang dan malam hari nya,semakin jauh dari kehidupan semakin dekat dengan kuburan).Dan alangkah malangnya orang yang senang bila umurnya bertambah,dengan mengadakan acara ulang tahun atau acara yang lainnya yang tidak ada tuntunannya dari ajaran Islam.

Bagaimana dia bisa senang sementara hari-harinya melenyapkan bulannya, bulannya melenyapkan tahunnya dan tahunnya melenyapkan umurnya lalu berhentinya umur menghantarkannya pada kematian-Bagaimana engkau tak sedih dengan umurmu yang pergi tanpa ganti? Manusia sejak diciptakan terus berjalan sebagai musafir, tidak ada tempat berhenti baginya selain surga atau neraka.


3. Waktu adalah Harta yang sangat mahal harganya yang dimiliki manusia.

Betapa banyaknya orang-orang yang membuang-buang waktunya dengan percuma, sibuk dalam pembicaraan yang tak bermanfaat, sementara umurnya terus merambat menuju kematian tetapi ia tak manyadarinya.

Bahkan ada orang yang umurnya 60 tahun yang seharusnya membuat ia waspada untuk selalu mengejar pahala, menjauhi maksiat dan segera bertaubat teapi ia masih saja berkubang dalam lumpur kemaksiatan dan dosa. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:Artinya-”Allah shubhaana wa ta’ala memberi kesempatan kepada seseorang dengan ditangguhkan umurnya hingga mencapai umur 60 tahun “(HR.Al-Bukhari).
Rasulullah bersabda:

”Setiap anak adam pasti mempunyai kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang mau memperbaiki kesalahannya”.
(HR.Ahmad,At Tirmidzi,Ad Darimi ).

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dengan tangannya –begini- maka lalat itu terbang.” [HR.Tirmidzi no.2497 dan dishohihkan oleh al Albani rahimahullah]

KEHIDUPAN DUNIA

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya…?.” (QS. Al-An’aam 6:32) 

Perjalanan hidup manusia didunia ini hanyalah sementara. Kehidupan yang sebenarnya adalah diakhirat sana yaitu kehidupan yang kekal dan abadi. Ibaratnya, manusia didunia ini hanyalah sebagai musafir yang tengah melakukan perjalanan jauh, hanya sekedar mampir beristirahat sejenak melepas lelah dan dahaga setelah itu harus bergegas melakukan perjalanan kembali menuju tempat yang dituju manusia itu sendiri yaitu tempat dimana manusia akan menghadap kepada Sang Pencipta alam semesta, Allah Subhanallah Wa Ta’allah.
Diriku, disini didunia ini adalah diantaranya manusia-manusia yang tengah melakukan perjalanan jauh dan sedang singgah didunia ini. Apakah dalam persinggahanku didunia ini melenakan diriku sehingga lupa unutk segera melanjutkan perjalanan ini…?. Atau apakah dalam benak pikiranku berkata bahwa inilah tempat yang kutuju sehingga tak perlu lagi meneruskan perjalanan ini….?. Na’udzubillahi min dzalik !, mudah-mudahan diriku ini dijauhkan dari perbuatan dan pemikiran hal-hal yang demikian itu.
Bentangan waktu yang kutempuh dan kujalani dikehidupan dunia ini tak lepas dari godaan dan rayuan manisnya hidup ditempat persinggahan sementara ini. Hanya dengan keimanan kepada Sang Khaliklah diri ini dapat terbentengi untuk menghadapi dan menangkis semua godaan serta rayuan itu. Hati akan selalu ingat dengan hadits Rasulullah SAW yaitu; “Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok hari”. Begitulah Rasulullah SAW berpesan untuk umatnya agar senantiasa sadar dan menyadari bahwa kita tidak boleh mementingkan kehidupan atau urusan dunia saja dan menelantarkan urusan akhirat, begitupun sebaliknya tidak boleh hanya mementingkan urusan akhirat dan menelantarkan urusan dunia. Dengan kata lain bahwa kehidupan dunia sebagai sarana atau jembatan menuju kekehidupan akhirat. Kehidupan dunia ini tempat bercocok tanam segala amaliyah kita dan nanti diakhirat kita akan menuai hasil kerja keras kita selama didunia. Dalam hadits yang lain Rasululllah SAW berkata bahwa; “Siapa yang hanya melakukan urusan dunia saja, maka yang akan diperoleh hanyalah dunia. Dan siapa yang melakukan urusan agamanya maka akan diperoleh dunia dan akhirat”. Dengan kata lain bahwa apabila kita berusaha untuk kepentingan perut semata, maka yang akan diperoleh adalah harta semata. Tetapi apabila kita berusaha demi kepentingan agama Allah(Dienullah) maka otomatis dunia akan mengikuti kita disamping kita akan memperoleh ganjaran pahala dari Allah SWT diakhirat kelak.   
Orang bijak pernah berkata bahwa; “Janganlah kau terpesona dengan fatamorgananya dunia”. Memang benar dengan segala keindahan dunia, maka mata kita akan disilaukan dengan gemerlapnya dunia yang kita rasakan walaupun sebenarnya itu semu. Bak fatamorgana dipadang pasir yang tandus dan kering. Kelihatan oleh mata kita dikejauhan ada mata air yang menyegarkan didepan kita. Saat kita hampiri mata air itu, ternyata tidak ada apa-apa. Yang ada hanya hamparan padang pasir dimana-mana dan rasa haus dahaga kita tak bisa terobati. Sebelumnya kita yakin bahwa kita bisa menghilangkan rasa haus dahaga kita dengan mata air menyegarkan yang kelihatan oleh mata kita. Kenyataannya itu hanyalah fatamorgana saja.
Atau seperti yang digambarkan oleh Rasulullah SAW tentang dunia bahwa dunia itu ibarat seekor ular yang sangat berbisa. Apabila kita tidak berhati-hati dengannya, niscaya akan terkena gigitan dan bisanya akan dapat mematikan diri kita sendiri. Begitulah dunia…!.
Umur dunia sendiri diibaratkan oleh Rasulullah SAW yaitu bahwa dunia itu diibaratkan sebagai seorang wanita yang sangat tua atau seorang nenek-nenek yang sangat cantik. Atau umur dunia bila dibandingkan dengan akhirat adalah bahwa umur dunia sama dengan tujuh hari berada diakhirat. Coba anda bayangkan, bagaimana dengan umur kita didunia ini..?. Coba anda hitung, umur kita didunia ini ada seperberapa detik hari-hari diakhirat..?. Bila umur dunia saja sebanding hanya tujuh hari, hari-hari diakhirat. Betapa sebentarnya umur kita didunia ini sebenarnya. Cobalah kita sadari dan  renungi…?. Sudah seberapa besar amaliyah kita yang dapat kita lakukan dengan umur kita yang hanya sebentar itu…???.
Umur kita berjalan hari demi hari, bulan demi bulan dan akhirnya tahun demi tahun, pada hakekatnya adalah berkurangnya jatah umur kita didunia ini hingga menjelang saat-saat menghadap ke Illahi Robbi. Bukan malah bertambah umur kita seperti anggapan orang-orang yang merayakan ulang tahun menyanyikan lagu panjang umur. Dan kita sendiri tidak mengetahui dengan pasti, berapa jatah umur kita yang diberi oleh Sang Khalik didunia ini. Apabila Dia sudah mentakdirkan seseorang akan mati besok atau lusa, maka tak ada satupun yang bisa menghalangi-Nya. Karena diri kita ini adalah kepunyaan-Nya dan akan kembali kepada-Nya.


 

             Allah……..Tuhan hamba tolonglah hamba
                         Derita tertahan apapun jua
Bila sudi kau sentuh hati
Tegar kucari jalan surgawi

Allah……..Tuhan hamba tolonglah hamba
Haus rinduku ingin bertemu
Dimana lelah berubah indah
Saat peluhku kau jamah

SEBUAH DOSA

               “Tuhan dosaku menggunung tinggi tapi rakhmat-Mu melangit luas
                Harga selautan syukurku hanyalah setipis nikmat-Mu dibumi”


Dosa. Itu adalah sebuah nama yang selalu mengiringi kata: perbuatan, dimana kata perbuatan tersebut yang berarti segala tindak-tanduk atau tingkah laku seorang manusia dan ini tidak berlaku untuk semua penghuni dimuka bumi ini selain makhluk yang bernama manusia. “Perbuatan dosa seorang manusia”, itulah susunan kata-kata yang menjadi sebuah kalimat yang mempunyai arti dan makna yang dalam bagi manusia.
Sebuah perbuatan dosa yang dilakukan seorang manusia baik yang disengaja ataupun tidak, pada hakekatnya adalah menunjukkan bahwa pada diri manusia itu terdapat banyak kelemahan-kelemahan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT atas segala gangguan-gangguan yang terjadi disekitar manusia tersebut. Atau dengan kata lain, kelemahan-kelamahan pada diri manusia tersebut diakibatkan adanya interfensi atau campur tangan pihak lain sehingga sebuah perbuatan dosa dilakukan oleh manusia itu sendiri. Jika tidak ada interfensi atau campur tangan pihak lain, mungkin pada diri manusia tersebut tidak akan melakukan sebuah perbuatan dosa yang menunjukkan sisi kelemahan diri manusia itu sendiri. Interfensi atau campur tangan pihak lain disini adalah pihak diluar manusia yang mendorong, mengajak atau membujuk diri manusia kepada kejahatan, kerusakan ataupun kemaksiatan pada diri manusia, sehingga posisi manusia sama dengan pihak tersebut atau minimal mendekati.
Contoh yang paling konkrit adalah sebuah perbuatan dosa yang untuk pertama kalinya dilakukan oleh seorang manusia yaitu pada diri bapak dan ibu semua manusia ; nabi Adam AS dan Siti Hawa. Bagaimana sampai terusirnya nabi Adam AS dan Siti Hawa dari dalam syurga-Nya Allah SWT kemuka bumi ini yaitu didunia. Sebelum adanya interfensi pihak lain, kehidupan nabi Adam AS dan Siti Hawa didalam syurga-Nya Allah SWT sungguh sangat membahagiakan. Apa saja keinginan nabi Adam AS dan Siti Hawa semuanya tersedia didalam syurga dan segalanya terpenuhi disana. Sehingga tidak menyangka ada pihak lain yang tidak senang dengan keberadaan nabi Adam AS dan Siti Hawa didalam syurga. Pihak lain itulah yang dengan segala keahliannya mempengaruhi, menggoda dan membujuk nabi Adam AS dan Siti Hawa untuk melakukan sebuah perbuatan dosa, sehingga mengakibatkan keduanya terusir dari syurga-Nya Allah SWT untuk kemudian disuruh tinggal menetap dimuka bumi ini sampai beranak-pinak hingga sekarang ini adanya diri kita, manusia yang berbangsa-bangsa didunia ini. Jadi, apakah bisa dikatakan bahwa sebuah perbuatan dosa yang dilakukan manusia itu adalah refleksi dari sebuah perbuatan dosa yang dilakukan oleh nabi Adam AS dan Siti Hawa….???.
  Pada diri manusia sebenarnya terdiri dari dua unsur yaitu unsur langit yang mengarah keatas dan unsur bumi yang mengarah kebawah. Apabila unsur langit yang mendominasi diri kita, tentunya diri kita akan berada setingkat dengan para malaikat bahkan bisa melebihi para malaikat tersebut. Atau sebaliknya, apabila unsur bumi yang mendominasi diri kita, maka kedudukan diri kita akan sama dengan para iblis laknatullah bahkan bisa lebih rendah lagi dari mereka. Na’udzubillahi min dzalik…!.
Sekarang tinggal tergantung pada diri kita masing-masing, apakah diri kita akan mengasah unsur langit atau sebaliknya…?. Disinilah sebenarnya permasalahan, bagaimana sebuah perbuatan dosa dilakukan oleh seorang manusia. Intinya, pada diri manusia itu sendiri sebenarnya sudah terdapat nilai-nilai kebaikan atau sisi-sisi kebaikannya dan juga nilai-nilai kejahatan atau sisi-sisi kejelekkannya. Antara keduanya ini yaitu sisi kebaikan dan sisi kejelekkan harus menjadi indikator atas segala perbuatan yang telah atau akan dilakukan oleh manusia itu sendiri, sehingga pada diri manusia tersebut bisa merasakan sekaligus menilai apakah perbuatan yang telah atau akan dilakukan itu berada pada sisi kebaikan atau pada sisi kejelekkan secara sadar. Dan sisi-sisi kebaikan itu semestinya yang menjadi penyemangat dan pendorong disetiap langkah perbuatan yang telah atau akan dilakukan manusia dan menjadi rambu-rambu pengingat apabila langkah perbuatan yang telah atau akan dilakukan manusia yang cenderung kearah nilai-nilai keburukan. Jadi, setiap diri manusia yang akan melakukan sebuah perbuatan dosa akan sadar dan menyadari akan perbuatan mereka baik atau buruk(apalagi ditambah dengan pengetahuan agamanya yang baik), sehingga dengan demikian dapat meminimalisir sebuah perbuatan dosa diri kita, baik terhadap Allah SWT maupun terhadap semua makhluk ciptaan-Nya yang ada dimuka bumi ini. Bagaimana menurut anda…..?!!.



Tuhanku ampunkanlah segala dosaku
Tuhanku ma’afkanlah kejahilan hamba-Mu
Kusering melanggar larangan-Mu baik sadar ataupun tidak
Kusering meninggalkan suruhan-Mu walau sadar aku milik-Mu

Oh Tuhanku Kau pimpinlah diri ini yang mendamba cinta-Mu
Aku lemah aku jahil tanpa pimpinan dari-Mu